Besaran Nilai Ganti Rugi Hambat Penyelesaian KA Makassar-Parepare
Suasana pertemuan Tim Kunker Reses Komisi V DPR RI dengan Ditjen Perkeretaapian dan Pemkab Pangkep. Foto: Sofyan/SF
Besaran nilai ganti rugi yang diberikan kepada masyarakat Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi yang lahannya dilewati proyek Kereta Api (KA) Makassar-Parepare hingga kini masih menuai permasalahan pembebasan lahan. Masyarakat menilai harga lahan yang ditetapkan tim appraisal (penilai) masih rendah. Hal ini menghambat progres proyek KA pertama di Sulawesi yang telah berjalan lima tahun ini.
Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syarif Abdullah Alkadrie saat memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi V DPR RI dengan Ditjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Bupati dan Wakil Bupati Pangkep beserta jajaran di Kantor Bupati Pangkep, Rabu (18/12/2019), mengungkapkan bahwa masyarakat keberatan dengan harga tanah yang ditetapkan tim appraisal dan menuntut besaran harga lahan yang lebih memihak.
“Ada masyarakat yang keberatan dengan ganti rugi yang ditetapkan tim appraisal. Maka untuk mempercepat (penyelesaian) ini, setelah reses, Komisi V nanti akan mengundang stakeholder terkait. Kita juga meminta izin kepada Komisi-Komisi yang berkaitan, karena ini tidak hanya Kementerian Perhubungan, karena ada juga masalah pertanahan, dalam hal ini BPN (Badan Pertanahan Nasional) dan Kementerian Keuangan,” jelas Syarif.
Politisi Partai NasDem ini menambahkan, pihaknya akan mempertanyakan masalah besaran nilai ganti rugi yang ditetapkan tim appraisal. Pasalnya banyak masyarakat yang merasa harga lahannya tidak sesuai, sehingga merasa dirugikan dengan harga itu. Untuk itu, Komisi V DPR RI akan segera membahas hal ini dengan pihak-pihak terkait agar pembangunan proyek KA sepanjang 145 kilometer itu tidak menyengsarakan masyarakat yang terdampak.
“Jadi ini tentu bagi kita DPR untuk mencari solusi ini. Tapi saya kira ada hal yang cukup baik (dari pertemuan) hari ini, ternyata dari BPN progresnya cukup bagus. Masyarakat sudah mulai terbuka terhadap hal-hal (pembangunan) ini. Tentunya kita harapkan, tahun 2022 kereta api dari Parepare sampai Makassar ini sudah bisa dilewati. Paling tidak tahun 2020 ini yang sudah selesai ini bisa beroperasi. Itu tentu harus menjadi suatu tekad bagi kita,” harap legislator daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Barat I itu.
Hal senada diungkapkan Anggota Komisi V DPR RI Muhammad Aras. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengatakan, terkait besaran harga yang ditetapkan tim appraisal itu, Komisi V DPR RI akan menginisiasi untuk mengkomunikasikan dengan berbagai pihak. Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang bertugas menyelesaikan pembayaran lahan pun harus berkoordinasi dengan BPN maupun Ditjen Perkeretaapian. Namun ia tetap berharap pada tahun 2022 mendatang, KA Makassar-Parepare sudah beroperasi.
“Tentu kami berkeinginan untuk memanggil pihak appraisal bersama BPN, untuk melihat dimana letak permasalahan intinya. Sehingga bisa cepat terselesaikan. Alhamdulillah Pemerintah Daerah telah kita libatkan, paling tidak mengetahui sejauh apa persoalan yang ada di masyarakat. Memang Pangkep baru 7 bulan ini dilakukan pendekatan. Karena sebelumnya fokusnya di Barru dan Parepare,” tandas legislator dapil Sulsel II itu.
Sementara itu, Anggota Komisi V DPR RI Hamka B Kady (F-Golkar) mengaku kecewa dengan harga yang dipatok tim appraisal. Pasalnya, harga yang ditetapkan terlalu rendah, sehingga menghambat penyelesaian proyek. “Kalau begini, sampai kapanpun tidak akan menemukan solusi. Saya merasa malu dengan warga Pangkep karena sudah enam kali saya ke sini (Pangkep), tapi belum juga ada solusinya,” kritik legislator dapil Sulsel I itu.
Bupati Pangkep Syamsuddin A. Hamid berharap dengan kedatangan Tim Kunker Komisi V DPR RI di Pangkep dapat menjembatani dan mencari solusi untuk nilai ganti rugi yang sesuai. Apalagi menurutnya, selama ini tim appraisal tidak pernah mengikutkan Pemkab Pangkep dalam peninjauan dan pembahasan nilai ganti rugi lahan rel kereta api. Syamsuddin menyebut, seolah-olah tim appraisal tidak mempercayai dirinya sebagai bupati.
“Harusnya ini dikoordinasikan dulu dengan Pemkab Pangkep khususnya lurah, desa hingga camat. Masyarakat itu ujung-ujungnya mengadu di DPRD Pangkep, lalu mengadu ke saya,” tandas Syamsuddin yang juga meminta agar 1.500 lebih lahan masyarakat yang belum bersertifikat dalam proyek masyarakat untuk diperhatikan. Pasalnya, sejak lahan yang masuk rel ditetapkan, para pemilik tak lagi dibolehkan mengurus sertifikat tanah mereka. Padahal, dalam penentuan nilai ganti rugi lahan, alas hak lahan sangat mempengaruhi nilai taksiran.
Kunker ini juga diikuti Anggota Komisi V DPR RI Sudjadi, Rifqinizami Karsayuda, Sadarestuwati, Dan Sarce Bandaso Tandiasik dari F-PDI Perjuangan, Gatot Sudjito dan Tubagus Haerul Jaman dari F-Golkar, Ade Rezki Pratama dan Eddy Santana Putra dari F-Gerindra, Soehartono, Tamanuri, dan Sri Wahyuni dari F-NasDem, Dedi Wahidi (F-PKB), Irwan (F-PD), Ahmad Syaikhu (F-PKS), Bakri dan Hanna Gayatri dari F-PAN, serta didampingi sejumlah mitra kerja Komisi V DPR RI. (sf)